Dari
sebuah catatan ringkas...
Mantan kekasih, yang
berwajah manis, maafkan aku. Aku antarkan kau pulang bukan lantaran aku masih
punya hati dan cinta padamu seperti dulu, tapi karena aku tak sampai hati,
biarkan wanita berjalan sendiri disepi-sepi tanpa ditemani.
Mantan kekasih, yang
berwajah manis, maafkan aku. Aku tak bisa ikuti kata hatimu dan biarkan semua
seperti ini adanya. Pilihan hati yang kau ambil dihari kemarin adalah sebuah
kebenaran yang aku sahkan keadaannya, meskipun ku akui, pengesahan itu sempat
menyakitkan hati. Tapi sudahlah, saat ini bukanlah hari kemarin dan biarkanlah
yang telah tertulis menjadi lembaran yang tertata manis, seperti senyummu yang
sempat ku jadikan lagu.
Mantan kekasih, aku
tak bisa lagi kembali kepadamu dan menjadi aku yang dulu. Ini lantaran bukan
karena aku tak punya hati lagi untuk bisa merasakan setip kesedihanmu. Tapi
karena aku sebagai laki-laki sudah terlanjur jauh menikmati indahnya sebuah
janji, pada perempuan yang telah merubah jalan pikiranku, menjadi seperti yang
kau lihat saat ini.
Mantan kekasih, yang
berwajah manis. Sudahlah jangan kau simpan lagi kata-kata menyesal dan merasa
bersalah itu dihatimu! Bukankah hidup ini berjalan dengan cara memilih? Dan
juga butuh yang namanya penyadaran bahwa setiap manusia punya hak untuk memilih?
Jadi kau tak salah jika hari kemarin kau jatuhkan pilihanmu ke laki-laki itu
(Seorang dokter muda, dari anak seorang pengusaha mebel). Dan tentunya bukan
aku, seorang mahasiswa kiri yang haram untuk bisa kau cintai: (kata kedua orang
tuamu dengan segenap keluarga besarmu yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama
yang kau punya).
Bagiku hari kemarin
adalah pembelajaran yang sangat amat bagus bagiku, karena dari situlah aku jadi
tahu bagaimana aku harus berperan sebagai seorang laki-laki yang punya cinta
dan hati. Yang tidak hanya mengandalkan kata setia, tapi juga jaminan hidup
dimasa depan. Aku banyak berterima kasih pada hari-hari kemarin bersamamu,
karena dari situlah aku menjadi seperti ini (Alias tahu diri!). Tidak mungkin
laki-laki seperti aku yang tahu agama sebatas sholat, menikah dengan anak
seorang guru ngaji sepertimu.
Mantan kekasih, yang
berwajah manis. Jangan kau sesali jika saat ini, pria pilihanmu itu tidak
seperti apa yang kau harapkan, sadarilah bahwa setiap manusia itu tidak ada
yang sempurna, maka oleh karena itu, berhentilah untuk mencari kesempurnaan
pada makhluk yang bernama manusia, karena yang perlu kita lakukan adalah
bagaimana caranya kita meramu setiap kekurangan dan perbedaan yang ada pada
diri kita dan orang lain menjadi sebuah objek yang bisa menyenangkan untuk kita
jalani. Aku rasa kau sudah cukup dewasa untuk bisa memahami itu semua.
Mantan kekasih, yang
berwajah manis. Bukan kata penyesalan yang harus kau simpan dihati, tapi
pembelajaran dari apa yang terjadi di hari-hari kemarin. Aku akui. Aku alami
rasa sakit itu di hati, saat kau berjalan tinggalkan aku pergi. Tapi setelah
itu aku baru sadar bahwa melepasmu adalah cinta. Maka aku jadikan hal yang
seperti itu menjadi sebuah hal yang biasa-biasa saja dan memang masalah putus
cinta karena sebuah perbedaan adalah masalah yang bisa terjadi dikehidupan kita
sehari-hari.
Oleh karena kesadaran
itu aku menjadi makhluk yang seperti ini adanya: tidak ada kata benci,
penyesalan apa lagi dendam dalam hati. Bagiku pilihan adalah hak setiap orang
dan keikhlasanku dalam melepasmu adalah bukti adanya cinta di hati dan
pikiranku. Sungguh aku bahagia saat melihatmu bahagia dan akan lebih bahagia
lagi jika kau bisa kembali lagi padanya, mendayung mimpi-mimpi indahmu bersama
dengan kekasih pilihanmu.
Mantan kekasih, yang
berwajah manis, maafkan aku, jika hanya sampai disini aku antarkan kau pulang,
karena aku tidak punya fungsi lagi untuk selalu setia menemani disepanjang
jalanmu. Dua kelok lagi sudah sampai rumahmu. Jangan lihat ke belakang karena
tidak ada gunanya lagi buat masa depanmu. Biarkan lampu-lampu jalanan itu yang
menemanimu kini. Bagiku, tugasku hanya sampai disini, sampai didepan portal
ini. Tidak lebih, tidak juga kurang. Asalkan sudah bisa lihat kau sampai di
depan jalan itu! Aku sudah cukup nyaman, untuk aku katakan: ”Selamat tinggal…”
Terpersembahkan
untuk: (dr. Ranni Putri Herlambang). Semoga semua baik-baik saja...
Menulis untuk seorang
teman baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar