Sabtu, 31 Oktober 2015

PELARI - Cerpen I : Ari Sucianto Siregar

:untuk sebuah perjalanan seorang sahabat menuju PLTU Jepara!

AKU, PELARI YANG SEHARUSNYA KAU KAGUMI

Bagiku, kebosanan adalah inspirasi! Dan inspirasiku adalah kunci dari sebuah perubahan. Ya! Sebuah perubahan yang membakar ketidak-yakinanku, mimpi-mimpi burukku, ketakutan-ketakutan konyolku pada takdir Tuhan yang tidak mungkin diciptakan untuk mematikan semangatku, karena Tuhan hidupkan aku bukan untuk dihancurkan, dilemahkan, apalagi dimiskinkan dari banyaknya kesempatan. Dan kesempatan itu bagiku adalah pikiranku sendiri.  Kalau aku mau berpikir, maka kesempatan itu dilahirkan untukku, tidak hanya satu, tapi beribu-ribu dan melayang-layang di otak kananku. Tinggal bagaimana dengan otak kiriku dalam memberi perintah kepada hatiku. Untuk mengambil semua kesempatan-kesempatan itu, sebanyak-banyak mungkin. Dan tidak perlu aku lama-lama menunggu waktu, karena waktu tak perlu ditunggu!

Waktu adalah sesuatu yang tidak bisa diajak kompromi, dia akan selalu berjalan lurus dan terus menembus, yang di ujung matanya lebih tajam dari pada mata pedang, dan? Waktu itu seperti predator yang tidak mau berhenti untuk selalu menelan mereka yang tertinggal dan ditinggal. Oleh karena itulah, aku harus tetap berlari. Bukan untuk menghindar. Bukan untuk mengejar. Tapi untuk meraih kemenangan di atas waktu-waktu yang lapar!

Di kota yang sepi dan tidak berpenghuni ini aku berlari, melintasi batas-batas yang tak terbatas, melintasi garis-garis nasib tak berprinsip. Dan tentunya ini adalah sebuah kota yang paling tidak aku sukai, tapi bagaimanapun disinilah tempat aku harus berlari, menuju sebuah kemenangan.  Ya, sebuah kemenangan sebagai anak manusia yang tak ingin ikut mati dalam kegelapan jiwa, hati, dan pikiran.

Pada setiap jalan semua harus diadu, siapa yang kuat secara mental maka dia yang menang dan lalu tidak ikut tenggelam dalam kematian. Kematian yang hidup tapi mati. Mati secara mental dan harapan. Bukan karena takdir Tuhan dan dosa-dosa di masa lalu, tetapi karena mereka tak mau memperjuangkan jalan pilihan mimpi mereka sendiri! Ya! Sebuah pilihan yang mengantarkan mereka pada kemenangan yang tentunya mengasyikkan, karena semua kemenangan itu dibanggakan oleh kepuasan. Kepuasan sebagai anak manusia yang berhasil mewujudkan mimpi-mimpi mereka sendiri. Sebuah mimpi yang terbangun dari sejak mereka mulai bisa berfikir.

Berfikir adalah ciri dan cara manusia dalam menjalani hidupnya, tidak ada sesuatu yang tidak didasarkan pada proses berfikir, saat dimana anak manusia bergerak dan lalu berinteraksi pada alam semesta, Tuhan, dan sesama manusia lainnya. Dan tidak ada satu pun yang sanggup menghentikan sel-sel otak mereka, terkecuali kematian.

Aku tidak mau mati dalam hidup dan atau hidup dalam kematian. Oleh karena itu aku tidak akan mau berhenti untuk selalu tetap berlari, aku tidak mau menjadi seperti apa yang aku lihat di kota ini, sekumpulan anak manusia yang hidup dalam mati dan mati dalam kehidupan yang seharusnya tidak begini. Membiarkan hati dan pikiran terjajah pada waktu, serta kondisi yang sebenarnya bisa mereka kuasai sendiri. Mereka tidak sadar kalau sesungguhnya aku dan mereka adalah rajanya waktu dan kondisi. Tapi apa boleh buat, keputus-asaan telah menjadi racun paling berbahaya di kota ini, bahkan telah menjadi segelas minuman sehari-hari yang mereka reguk nikmatnya sendiri.

Aku harus terus berlari tanpa henti, secepat dan sekuat hati. Aku tidak mau mati. Tidak mau kalah, apalagi mengalah pada kenyataan sepahit apapun. Karena aku adalah manusia yang diciptakan untuk selalu tetap menjadi pemenang. Ya! Pemenang dalam melawan diri sendiri yang kadang rapuh, rapuh dan serapuh-rapuhnya anak manusia biasa.
Disini aku tidak mau berhenti, bahkan saat aku melewati depan rumahmu yang penuh dengan bunga-bunga kenangan indah di masa lalu, di masa dimana kau masih menjadi kekasihku.  Kekasihku yang tidak percaya pada mimpi yang aku pilih. Mimpi dari seribu mimpi yang masih melayang-layang dalam alam hati dan fikiranku sendiri. Yang tidak pernah sedikit-pun kau sukai.

Aku harus tetap percaya pada apa yang telah aku pilih. Karena hanya itu yang bisa membuatku untuk tetap bisa berlari, bahkan saat lariku melewati dirimu yang dulu pernah mencoba menghentikan langkahku, keinginanku, keyakinanku pada mimpi yang aku sepakati, untuk bisa aku miliki.

Jujur! Saat aku berlari aku tidak sedang meninggalkan kau yang telah pergi. Tidak sedang melupakan kenangan cinta dalam hati. Tidak sedang mencari jati diri. Dan pastinya tidak sedang menahan perihnya sakit hati, dari keterpurukanku saat kau putuskan untuk menghancurkan sebagian mimpiku yang ingin sekali hidup berlama-lama bersamamu. Tapi aku berlari untuk menjadi manusia sejati yang percaya sepenuh hati pada mimpinya sendiri.

Aku yakin! Aku semakin yakin! Saat ketidak-senangan itu terlewati, celah-celah yang membusuk bisa aku lalui (sebuah ketidak-jujuran pada suara hati) yang seharusnya tidak perlu kita miliki. Suara hati adalah pintu kemerdekaan dari penjajahan terhadap diri sendiri, yang biasa kita sebut: keputus-asaan, ketakutan, ketidak-yakinan, ketidak-percayaan, pada kemampuannya  sendiri, yang dapat menimbulkan hilangnya akal sehat (malas berpikir dan tak mau bekerja keras!).

***

Tidak perlu disadari, tidak perlu buku untuk dipelajari, karena masalah aku berlari adalah panggilan suara hati yang hukumnya wajib untuk aku penuhi, mungkin dari sekumpulan laki-laki yang kau kenali, hanya aku yang seperti ini, dan jelasnya aku beda! Tidak seperti kau! Tidak juga seperti dia yang menggantikan aku diposisiku (saat ini).

Aku bukanlah laki-laki seperti mereka yang kau kenal, yang terlelap pada posisi aman. Tidak ada greget, tak punya serangan. Mudah menerima segala ketidak-nyamanan, pemikir praktis ”Asalkan setiap waktu bisa menelan makan, hidup sudah cukup senang” sehingga akal-pikiran yang diberikan Tuhan tidak sanggup berkembang. Dan aku pastikan kepadamu, aku tidak akan pernah seperti itu, karena aku suka tantangan, aku punya ribuan pemikiran yang sanggup mengalahkan ketakutan.

”Aku benar-benar beda!”

Aku memang kelewat keras dalam prinsip, tapi bukan berarti keras kepala atau kepala batu, seperti apa yang kau pikirkan tentang aku sampai detik ini. Seharusnya kau bisa bedakan, apa arti dari pemegang prinsip? Dan apa arti dari keras kepala? (yang selalu kau tuduhkan kepadaku).

Pemegang prinsip adalah mereka yang setia pada suara hatinya dengan semurni-murninya suara dan sejujur-jujurnya bahasa. Tidak ada tipuan dan tidak ada rekayasa. Tidak ada coba-coba (atau berjalan pada ketidak-pastian) dan juga tidak ada ikut-ikutan ini dan itu. Pemegang prinsip akan selalu berada pada garis pikirannya sendiri yang telah dengan sangat jujur ditetapkannya sebagai jalan dalam menciptakan mimpi-mimpinya tulus tanpa akal bulus (yang kaya akan bahasa basa-basi). Pastinya seorang pemegang prinsip adalah petarung yang hebat yang akan selalu menikmati hidupnya pada keyakinan dan kemampuan yang dia miliki sendiri. “Jika aku yakin, maka Tuhan akan beri aku kemenangan! Dan kemenangan bagiku adalah menikmati mimpi yang sudah aku ciptakan sendiri...”

***

Sedangkan keras kepala adalah mereka yang bicara dan berfikir berdasarkan nafsu emosionalnya sendiri, tidak ada pertimbangan hati dan bahasa nurani. Pastinya tidak akan pernah perduli akan apa yang ada disekitarnya, semuanya hanya dia dan nafsu emosionalnya sendiri. Artinya dia menciptakan mimpi bukan untuk menjadikan dunia ini menjadi lebih baik, tetapi hanya untuk memenuhi hawa nafsunya yang tidak akan pernah ada ujungnya.

***

Aku mungkin gila seperti apa yang kau pikirkan bersama mereka yang menganggap lariku hanya sebuah banyolan sia-sia yang tidak lucu. Dan aku pastikan hari ini untuk selamanya, aku memang benar-benar sudah gila seperti apa yang kau katakan dan pikirkan, aku memang sudah gila seperti apa yang selalu mereka tertawakan kepadaku karena mimpi-mimpiku sendiri, aku memang sudah gila seperti Wright brothers: Orville and wilbur,  Thomas Alfa Edison, Alexander Graham Bell, Gottlich Daimler, Albert Einstein, Lafran Pane, Andrea Hirata, Raden Ajeng Kartini, Tukul Arwana, Olga Saputra, Udin Sedunia dan segudang pemimpi-pemimpi yang sanggup menciptakan mimpi-mimpinya di atas bahasa-bahasa ketidak-mungkinan yang menjadi mungkin karena keteguhan, ketekunan dan keyakinan atas pikiran dan hatinya sendiri yang sangat jujur dan tidak akan pernah menipu, apalagi bermain-main pada cita-cita. Dan pastinya sekali lagi aku katakan kepadamu: ”Aku berlari bukan sedang bermimpi, tapi sedang ciptakan mimpi! Yang suatu saat pasti akan ku perlihatkan mimpi besarku itu kepadamu...”

***

Aku tidak tahu sampai kapan aku berhenti berlari (Menciptakan mimpi-mimpi besarku), dan aku-pun tidak akan pernah tahu sampai kapan Tuhan berikan aku waktu untuk terus bisa berlari senikmat ini, yang jelas apa yang ada di hatiku adalah mimpi yang akan terus tetap bisa berkembang dan tidak akan putus ditelan kerasnya zaman.
***

Di dunia ini, hanya ada dua pilihan, menjadi luar biasa atau biasa-biasa saja (seperti kebanyakan orang hidup), ke-dua pilihan tersebut tidak ada yang salah atau diharamkan, itu tergantung seberapa besar niat dan minat seseorang dalam menentukan pilihannya sendiri. Tapi bagiku akan terasa rugi jika hidup yang sekali ini, hanya menjadikan kita seseorang yang biasa-biasa saja, disaat Tuhan telah berikan segala nikmat berupa akal-pikiran dan juga hati, yang tidak mungkin aku sia-siakan sebelum akhirnya aku mati.

***

Maka dari itu aku tidak akan pernah berhenti untuk selalu tetap berlari... CIPTAKAN MIMPI!

***

Menulis untuk seorang sahabat (M. Adhi Wibowo). Semoga sepuluh tahun kedepan apa yang kau pikirkan menjadi sebuah kenyataan. Memiliki perkebunan karet dan membangun sebuah Universitas untuk anak-anak yang tidak mampu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar