Sabtu, 31 Oktober 2015

CINTA SEORANG ANAK TENTARA - Cerpen V : Ari Sucianto Siregar

Tanpa disadari terkadang kita pernah mengalami suatu kejadian, dimana cinta membuat kita gila! 

Kepalaku, masih terasa pusing. Mungkin karena terlalu keras terbentur dinding ruang tamu tadi pagi, saat aku tiba-tiba saja terkejut melihatmu dan lalu terjatuh. Tapi untunglah tidak gegar otak total, meskipun aku sempat sedikit mengalami amnesia, sehingga aku tidak butuh waktu yang lama untuk mengingat siapa perempuan berparas cantik yang duduk manis di sampingku. ”Tyas Ayu Pratiwi” yang selalu terselip indah dalam setiap perjalanan hidupku.
Aku masih ingat saat pertama kali aku menggodamu ”Hai cantik!” kataku sambil mencolek lenganmu, saat aku sedang asyik duduk bersama teman-teman seangkatanku di Halte Bus depan Kampus, yang membuatmu benar-benar begitu membenciku, kau lipat wajah cantikmu dan kau tampar keras pipiku ”Tolong jaga sikapmu! Dasar Mahasiswa gembel!” katamu yang begitu saja berlalu bersama bus kota yang melaju. 

***

Malam harinya, setelah kejadian itu, aku benar-benar merasa bersalah kepadamu dan jujur aku langsung jatuh cinta kepadamu! Ini lucu! Ajaib! Membingungkan! Dan sangat menyebalkan! Karena perasaan cinta itu datang setelah kau maki dan kau tampar keras pipiku.
Besok harinya aku menunggumu, di Halte Bus depan Kampus, berharap hati, bisa bertemu kau kembali dan katakan ”Maaf, kemarin aku telah berbuat tidak sopan kepadamu” Tapi sayang bukan kau yang aku temui, tapi lima orang laki-laki yang tidak aku kenali, tiba-tiba saja datang menghampiri.
“Eh! Lu ya, yang kemarin godain cewek gue ya!” kata seorang diantara mereka.
“Cewek lu, yang mana?” tanyaku.
“Pura-pura lupa!” laki-laki itu menarik kerah bajuku.
”Apa-apaan nih!” aku berusaha melepasnya.
“Ayo ngaku! Kemarin lu’kan yang godain cewek gue!”
”Siapa cewek lu?” aku makin terpojok.
”Tyas!” katanya membentak keras.
”Oh, Tyas anak kimia”
”Iya!” kali ini laki-laki itu makin keras menarik kerah bajuku.
”Kalau gitu gue minta maaf” kataku halus memohon.
”Setan lu!” laki-laki itu langsung memukul perutku dan tidak lama kemudian tiga atau empat pukulan mengarah ke muka dan perutku, ditambah lima pukulan lagi dan tiga tendangan penghabisan yang membawaku terkapar tak berdaya di Halte itu! Tapi syukurlah sakitku sedikit terobati, ketika seorang Mahasiswi berjilbab yang melihat kejadian itu langsung menghampiriku. Memberikan sapu tangan warna biru untuk sedikit menghapus luka di bibirku. Ya aku ingat Mahasiswa itu bernama ”Desi Soebondo” anak Fakultas Psikologi Semester Empat, yang akhirnya menjadi teman terbaikku. Teman terbaik yang mestinya aku jaga perasaannya. 

*** 

Persahabatanku dengan Desi semakin lama semakin mengukuh, semakin kuat dan tangguh yang akhirnya membuatku berfikir untuk mencoba memiliki hatinya, hatinya yang putih, bersih seperti kilauan warna jilbab yang selalu menghiasi wajahnya. Ya seperti awan itu! Awan yang sedang berjalan perlahan-lahan di atasmu, indah bukan? Tapi sayang hatinya yang putih dan bersih itu, akhirnya harus terluka karena aku, yang begitu amat mencintaimu, meskipun aku sadar bahwa kau telah memiliki seorang pacar yang tampan dan kaya-raya, tidak seperti aku, hanya anak seorang Tentara berpangkat Sersan kepala. Tapi itulah cintaku kepadamu, yang membiarkan ”Desi Soebondo” seorang yang setia mencintaiku terluka hatinya, karena merasa dipermainkan perasaannya olehku. 
Tyas, dulu aku pernah berfikir untuk memusnahkan rasa cinta ini, rasa cinta yang membuatku hilang dalam logika, karena bayangan wajahmu benar-benar tidak bisa lepas dari hidupku. Hingga akhirnya aku terbangun dalam sadarku bahwa aku hanyalah manusia biasa yang tak punya kuasa terhadap perasaanku sendiri.
“Ya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Ya Allah Yang Maha Kuasa atas segala ciptaan-Nya, Ya Allah Yang Maha Mengetahui hati, Ya Allah yang menciptakan dan memiliki cinta! Lindungilah aku dari kefasikan ku! Dan selamatkanlah aku dari rasa cinta ini, yang membingungkan pikiranku. Amin Ya Robbal Allamin!” doaku di setiap aku merindukanmu! 
Alhamdulillah, ketika aku banyak berdoa dan berserah diri dihadapan-Nya, perasaanku kepadamu semakin terkendali. Tapi sayang itu berjalan hanya beberapa hari, karena selanjutnya perasaanku terus saja menggerogoti pikiranku kembali, sampai akhirnya hatiku kalah dan lalu menyerah. Oleh sebab itulah, aku beranikan diri untuk segera berkunjung ke tempatmu, hanya untuk melihat sedikit saja wajahmu dan ucapkan kata maaf atas ketidak sopananku kepadamu di Halte Kampus, waktu itu. Meskipun pacarmu hampir saja memukul mukaku kembali.
“He! Ngapain lu kesini!” Katanya yang berdiri menantang dihadapanku.
“Sorry mas saya kesini, cuman mau ngomong sama Tyas!”
Tidak lama kemudian kau datang menghampiriku. “Sudah! Sudah! Biarkan aku saja yang ngomong sama dia” kau mencoba menenangkan pacarmu dan lalu. “Mau ngapain lu kesini!” katamu dengan raut wajah yang tidak menyenangkan hati.
“Gue datang ke sini cuman pengen minta maaf sama lu dan terserah lu. Elu mau maafin gue atau ngga, itu hak lu, itu saja! Selamat malam!” dan lalu aku-pun pergi meninggalkanmu dengan hati yang lega karena akhirnya kata maafku sampai juga ke telingamu.

*** 

Setelah kejadian itu, hari-hariku semakin tidak menentu karena pikiran dan perasaanku selalu membebaniku, seakan-akan semua tidak perduli dengan kebebasanku dari terpojoknya aku pada rasa cinta yang tidak menyenangkan hati. Aku mencoba untuk tidak perduli lagi dengan apa yang aku rasakan, bahkan waktu di Halte Kampus sore itu! Ketika kau mencoba mencuri pandang ke arahku, aku tidak perduli, bukan karena aku sombong, tapi memang karena aku tidak ingin lagi berurusan dengan yang namanya cinta. Aku ingin hati dan pikiranku bebas terbang melintasi luasnya perasaanku sebelum aku mengenalmu, meskipun aku terpuruk dalam sadarku bahwa aku masih mencintaimu dan kerap sekali merindukanmu di malam yang kerap menghantui hari-hariku, karenamu.
“Ya Allah! Kenapa cinta ini begitu lucu? Satu kali pertemuan, tapi sudah menghancurkan kebebasanku!” 

*** 

Pukul 21.35 entah kenapa hatiku ingin sekali berada di Halte Bus itu. Seperti ada sesuatu yang akan aku temui disana. Dan tidak lama kemudian, sebuah mobil sedan keluaran terbaru berhenti tidak jauh dariku. Sepertinya? Aku mengenalinya? Ya aku mengenalinya? Sedan hitam itu! Milik pacarmu. Aku sempat terkejut! Tak menyangka, melihat pacarmu hendak memperkosamu di dalam mobilnya itu! Tapi untunglah kau bisa melepaskan diri dari nafsu bejat pacarmu. Kau berhasil keluar dan BRAKKK!!! kau membanting pintunya, kau berjalan menjauh dengan tanganmu yang mencoba menghapus derasnya air mata yang membasahi wajahmu.
“Tyas! Tunggu! Tyas tolong! Dengarkan aku!” pacarmu keluar mobil dan lalu berlari mengejarmu.
“Dengarkan apa! Dengarkan mulut busukmu itu! Dasar munafik!”
“Tyas aku minta maaf! Aku khilaf!”
“He Rom! Kamu pikir aku ini cewek apa’an! Jangan mentang-mentang kamu anak Pejabat! Lalu seenaknya, kamu memperlakukan aku seperti itu!”
“Tyas!!! “
“Pergi Rom! Aku tak ingin lagi melihat mukamu!” kau terus berjalan menjauhi pacarmu.
“Tyas, maafkan aku!” pacarmu terus berusaha menenangkanmu.
“Pergi kamu! Bajingan!” kau usir pacarmu dengan amarahmu. Sedangkan aku hanya bisa duduk terdiam tanpa kata dengan mata yang mencoba menghindar dari pertengkaran hebatmu. Sampai akhirnya pacarmu pergi meninggalkanmu. Aku yang tidak kuasa melihat kau menangis, mencoba menghampirimu “Tyas…” sapaku halus kepadamu, tapi sepertinya kau tak perduli, kau berdiri, kau panggil Taxi. Dan lalu kau tinggalkan aku, tanpa sedikit kau jawab sapaanku. “Ah mungkin Tyas tidak mendengar suaraku” Pikirku.
Semenjak kejadian itu, aku tidak pernah lagi bertemu dengan mu, di Halte Bus atau di kantin Kampus tempat biasa kau singgah dan bercanda dengan teman-teman kelasmu.

*** 

Sebulan telah berlalu, dan tanpa aku sadari aku melihatmu kembali di depan gerbang Kampus dengan tawa yang begitu manis sekali diantara sapaan hangat teman-temanmu yang mungkin telah terlalu lama merindukan kedatanganmu. Seperti juga aku. 
Aku begitu senang saat melihatmu tertawa lepas, karena aku dapat merasakan betapa kau begitu bahagianya saat itu, dengan senyum termanismu yang tergores indah karena lesung pipimu.
Jantungku berdetak kencang, langkahku perlahan-lahan, melewatimu. Dan? Kau melirik cantik ke arahku! Membuat tingkahku jadi tidak menentu! Ah! Untunglah teman kelasku menyapaku! Dan menghampiriku, kalau tidak, mungkin nafasku akan terengap-engap di depanmu, karena tidak sanggup melawan halusnya lirikan matamu.

***

Dalam kelas aku coba menuliskan puisi untukmu dan lalu ku kirim kepadamu lewat teman sekelasmu, Santi yang kebetulan teman lamaku waktu di SMA. Tapi sayang puisi itu, tidak sampai ketanganmu karena Santi salah memberikannya ke orang lain. “Ya sudahlah, mungkin lain kali, aku harus lebih jelas lagi, agar puisiku tak salah tempat”
Untuk meninggalkan jejak, aku langsung lari menuruni anak tangga kampus karena aku khawatir kau dan teman-temanmu melihatku yang baru saja sembunyi di balik pintu kelasmu. 

***

Hari-hariku semakin tidak menentu karena aku selalu memikirkanmu dan merindukanmu di tambah lagi niat ke dua orang tuaku yang ingin pindah rumah ke Semarang karena urusan dinas ayahku yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
“Ya Allah, apa arti rasa cinta ini bagiku? Ya Allah berikanlah aku petunjuk! Dengan seindah-indahnya nama-Mu” 

***

Dua tahun kemudian, setelah aku jadi Sarjana Ekonomi, aku mencoba mencari kerja di Jakarta, tepatnya di bilangan jalan Soedirman dengan harapan bisa bertemu denganmu kembali, yang telah lama aku rindukan. 
Alhamdulillah, setelah enam bulan aku di Jakarta, aku sudah mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan Ijasahku, aku menjadi seorang Staff Akun di salah satu Perusahaan Swasta di Jakarta. Tapi sayang aku belum juga menemukanmu. Hampir saja aku putus harapan mencarimu, kalau saja aku tidak bertemu dengan teman kelasmu, yaitu Santi yang dulu pernah membantuku mengirimkan puisi cinta kepadamu, walaupun sempat salah kasih ke orang lain.
“Santi!” Tegurku, mengagetkannya yang sedang sibuk berdiri menunggu datangnya Metromini.
Tidak lama kemudian ia terdiam sejenak dan mencoba mengingat-ingat siapa aku, dan lalu “Izal!?” Sahutnya kencang.
“Iya ini aku! Izal! Ingatkan?”
“Iya aku ingat! Kemana aja kamu! Ngga pernah kelihatan?”
“Aku pindah ke Semarang, ikut orang tua, tapi sekarang aku tinggal di Bekasi dan bekerja di Soedirman”
”Di Soedirman? Berarti sama dong denganku”
“Oh ya?”
”Iya, aku sudah hampir dua tahun lebih kerja di Soedirman” katanya yang tidak menyangka akan bertemu aku lagi di Jakarta. Tidak lama kemudian, Santi menceritakan tentang keadaanmu dan ia-pun mengajakku ke tempat kerjamu yang ternyata tak begitu jauh dari tempat kerjaku. Wah, betapa senangnya aku, mendengar ajakannya itu. Tapi sayang sesampainya aku di tempat kerjamu, kau telah pulang ke Bandung dan mengambil cuti selama seminggu, karena akan di jodohkan dengan anak teman lama Ayahmu. Aku yang mendengar cerita itu, langsung tersentak kaget! Harapanku pecah! Benar-benar tidak menyangka akan sesakit ini rasanya mendengar berita itu, lucu memang, tapi inilah aku, seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta kepadamu. Aku tidak bisa lagi menutupi kelemahanku, di depan Santi aku terdiam seperti tidak bernyawa, Santi mencoba menenangkanku dan mengajakku untuk berdoa, karena hanya doa yang bisa menyelamatkan keadaanku dari ketidak-tenangan ku, pada takdirku.
“Aku adalah milikmu Ya’ Allah!  Terserah Kau-lah, mau Kau apakan aku ini! Aku tak akan melawan-Mu! Karena aku sadar, aku tak akan mampu melawan-Mu! Kau Maha Kuasa atas segalanya. Tapi salahkah bila aku saat ini meminta kepada-Mu! Untuk Kau buktikan kepadaku, tentang arti pemberian-Mu! Yang Kau beri nama cinta. Cinta yang membuat aku jadi gila di sepanjang perjalananku. Ya Allah, aku selalu berdoa kepada-Mu! Memuja tulus di hadapan-Mu! Supaya Kau hapuskan rasa cinta ini! Tapi mana?! Kau tetap diam dan membiarkan rasa cinta itu merusak akalku! Merusak batinku! Bahkan cinta itu! Semakin tumbuh dan menyiksaku. Saat aku berikhtiar penuh meraih cinta itu! Kau malah menghancurkan harapanku, dimana Ya Allah kasih sayang-Mu itu? Yang merdu terdengar dalam ayat-ayat suci-Mu! Maafkan aku Ya Allah jika saat ini! Aku katakan bahwa aku kecewa kepada-Mu!” Itulah ucapanku di depan pintu Masjid, saat hati dan pikiranku hancur berantakan tanpa ampun. 

*** 

Sehari kemudian? Aku dapat kabar dari kedua orang tuaku di Semarang, bahwa aku diharapkan segera pulang secepatnya, karena aku akan dikenalkan oleh seorang gadis pilihan kedua orang tuaku, dengan hati penuh kecewa kepada Tuhanku, aku melangkah pulang. Dan setelah sampai disana, betapa terkejutnya aku! “Ya Allah! Ampunilah aku! Ampunilah aku Ya Allah! Allah Huakbar!” aku terjatuh pingsan di ruang tamu, setelah aku melihat jelas dirimu berada tepat disamping Ibuku. 

Semarang, 27 Januari ’99
Untuk saudaraku (Seorang anak Tentara).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar